Polkam, Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) mendorong penguatan tata kelola dan pendekatan pembangunan yang multidimensi, humanis, serta berbasis hak asasi manusia (HAM) dalam upaya percepatan pembangunan dan implementasi otonomi khusus di wilayah Papua. Komitmen ini disampaikan dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Asisten Deputi Koordinasi Otonomi Khusus Kemenko Polkam, Selasa (28/10/2025).
Rapat dihadiri oleh perwakilan berbagai kementerian/lembaga, antara lain Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kantor Staf Presiden, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, serta TNI.
Dalam rapat tersebut, dibahas sejumlah tantangan strategis yang masih dihadapi wilayah Papua, antara lain ketimpangan sosial-ekonomi, konflik bersenjata, internasionalisasi isu Papua, serta rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap negara. Meskipun telah dijalankan berbagai kebijakan seperti Otonomi Khusus, pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua, implementasinya masih terkendala oleh eskalasi konflik dan lemahnya konsolidasi sosial-politik di tingkat lokal.
Sebagai langkah strategis, Kemenko Polkam telah mendorong BRIN untuk menyusun kajian berbasis data dan analisis kontekstual mengenai penanganan konflik dan pembangunan terpadu di Papua. Kajian yang dilaksanakan selama dua tahun oleh Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (IPSH) BRIN tersebut telah menghasilkan rekomendasi kebijakan berbasis bukti yang mengintegrasikan aspek pembangunan, keamanan, sosial-politik, dan penguatan hak masyarakat adat.
Hasil kajian BRIN mengidentifikasi sejumlah isu kunci, seperti keberagaman etnis yang menuntut rekognisi inklusif, ketimpangan akses sumber daya ekonomi, dan tata kelola dana Otsus yang belum optimal. BRIN merekomendasikan empat langkah strategis, yakni pemetaan wilayah adat, penguatan regulasi pengakuan masyarakat adat, pelibatan masyarakat adat dalam perencanaan pembangunan, serta penguatan riset berbasis bukti untuk mendukung evidence-based policy making.
Forum juga sepakat bahwa pendekatan pembangunan dan keamanan di Papua harus disesuaikan secara multidimensi, humanis, dan berbasis HAM, dengan menekankan kolaborasi lintas sektor serta pelibatan masyarakat lokal seperti tokoh adat, agama, perempuan, dan pemuda. Pemerintah pusat dan daerah juga diharapkan mengintegrasikan pendekatan hard power (keamanan) dan soft power (dialog dan rekonsiliasi) untuk membangun kepercayaan masyarakat serta memperkuat kehadiran negara secara konstruktif.
Menutup rapat, Asisten Deputi Koordinasi Otonomi Khusus Kemenko Polkam, Ruly Chandrayadi, menyampaikan apresiasi kepada BRIN atas hasil kajian strategis yang komprehensif dan berbasis ilmiah. “Kemenko Polkam berkomitmen untuk mengoordinasikan langkah strategis lintas kementerian dan lembaga guna memastikan kebijakan afirmatif, penanganan konflik, dan percepatan pembangunan di wilayah Papua dapat berjalan efektif, inklusif, dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, Kemenko Polkam akan memperkuat koordinasi antar-K/L untuk menindaklanjuti rekomendasi BRIN, memastikan mekanisme monitoring dan evaluasi dana Otsus yang transparan dan berbasis kinerja, serta memperkuat sinergi keamanan melalui perpaduan hard power dan soft power guna menciptakan stabilitas politik dan pembangunan yang berkeadilan di Papua.
